Kerusuhan yang terjadi di Sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang terjadi oleh etnis Madura yang sejak berdirinya Kalimantan Tengah telah melakukan lebih dari 13 kali kerusuhan besar dan banyak sekali kerusuhan kecil yang banyak mengorbankan warga non Madura.
Warga non Madura selama itu selalu mengalah, sehin
gga warga Madura telah menjadi begitu bangga dengan perbuatan mengerikan tersebut, dan menggunakannya untuk menteror warga non Madura untuk menguasai sendi-sendi perekonomian, sosial-budaya dan kemasyarakatan Daerah Kalimantan Tengah.
Khusus orang Dayak, kalau mereka di tepi sungai diganggu, maka mereka mengalah pergi darat, kalau di darat di ganggu, mereka pergi ke bukit, kalau di bukit mereka di ganggu, mereka pergi ke gunung, kalau di gunung mereka di ganggu, mereka pergi ke tubir jurang. Pada saat di tepi jurang mereka tak mampu pergi ke mana, maka mereka membela diri.
Orang Dayak telah dihimpit ke tepi jurang oleh ketidakadilan baik dari kurangnya perhatian akan pembangunan Daerah maupun dijadikan Kambing hitam perusakan hutan dan lingkungan, di cap sebagai suku yang tertinggal dan berbagai gelar menyedihkan yang menjadi cap keseharian kehidupan komunitas masyarakat Dayak.
Orang Dayak telah memberikan hutan, tanah dan airnya untuk kehidupan orang lain, tambang, kayu, rotan, dan hasil alamnya menjadikan banyak orang-orang kaya di Jawa, termasuk di Jawa Timur Madura. Orang Dayak yang selalu mengalah dianggap bodoh, bebal dan dungu, telah dengan mudah di beri cap sebagai anak bangsa tak berarti, yang menjadi lahan menampung seluruh penderitaan suku bangsa lain agar orang lain puas dan bahagia. Orang lain telah beranak pinak dan berkembang biak di Kalteng, sementara orang Dayak ikut Keluarga Berencana mendukung kebijakan pemerintah, sehingga populasinya sedikit tumbuhnya. Orang Madura melahirkan anak sebanyak mungkin dan memastikan sumberdaya alam Kalteng akan tersedia bagi mereka asal berani dan keras hati.
Tidak cukupkah penderitaan orang Dayak yang di cap merusak hutan paru-paru dunia, padahal yang mengangkut kayu ke pulau Jawa adalah perahu-perahu pelaut ulung Madura yang perkasa yang ber Tuhan dan yang bangga dengan kekerabatanya, bangga dengan kemampuanya melanglang buana menebar cerita mencari kepuasan diri sendiri.
Salahkan kami menjadi orang Dayak, salahkah kami lahir menjadi orang Dayak, salahkah mereka orang Madura. Manusia adalah otonom pada dirinya dan menjadi mahluk Tuhan sejati dirinya sendiri. Baik Madura mau pun Dayak, tapi mengapa orang Madura begitu kejam kepada kami selama ini ?. Kami telah berlari menghindar dari kota Sampit, pergi kepedalaman, dan kota Sampit menjadi dunia Madura kota Sampang ke dua kata orang Madura. Mereka merasa telah membangun kota Sampit dengan bangga tanpa memikirkan hati yang terluka orang Dayak yang meminggirkan diri dari keramaian duniawi. Orang Madura di Sampit dengan bangga mengundang tokoh-tokoh Madura untuk datang ke kota Sampit dan mereka menyatakan dengan bangga bahwa mereka telah menaklukkan kota Sampit menjadi kota Sampang ke dua.
0 komentar:
Post a Comment