Sunday, November 7, 2010

CONTOH RESENSI BUKU

Dosakah Jadi Perawan (tua)?


Jodoh Terakhir
Jodoh Terakhir
Jodoh Terakhir
Netty Virgiantini
Harga    :               Rp 30.000,- *
Ukuran  :               13.5 x 20 cm
Tebal     :               192 halaman
Terbit    :               Juli 2010
Soft Cover
“….Seandainya saya laki-laki, berumur empat puluh tahun, belum menikah, apa Bapak juga akan seheboh ini untuk terus-terusan mencarikan jodoh? Mungkin punya anak perempuan yang disebut perawan tua lebih terasa sebagai aib keluarga dibandingkan punya anak laki-laki yang dibilang bujang lapuk”. (hal. 142).
Berbekal  prestasi sebagai juara dalam Sayembara Novelette Nyata 2008, dengan predikat Karya Terpuji, akhirnya Jodoh Terakhir bertransformasi menjadi sebuah buku. Meskipun sebenarnya tema yang diusung sudah lumayan usang, (oh, kisah apa lagi yang bisa digali dari tokoh perawan tua dengan kedua orang tua yang menuntutnya untuk segera menikah?).  Tapi tentu saja, seusang apapun tema maupun tokohnya tidak akan bisa menjadi pemenang jika
tidak memiliki keunikan serta kelebihan dalam pengemasannya. Yang bisa dilakukan tentu saja mengolah cerita tersebut bagaimana bisa enak dinikmati.

Bila Anda pernah menonton semacam FTV edisi Bali atau Jogja,  barangkali kisah Jodoh Terakhir ini, sangat layak untuk dibuat versi FTV-nya edisi Madiun.  Tokoh utama ceritanya, adalah seorang perempuan  lajang 40 tahun bernama Neyna. Tinggal di kota kecil seperti Madiun, tak menyurutkan tekadnya untuk tetap melanjutkan hidup meskipun sudah didera kisah cinta yang kandas hingga masih melajang di usia kepala empat. Sebagai perempuan modern, Neyna tidak terlalu merisaukan akan statusnya. Namun kedua orang tuanya sangat merisaukan kondisi Neyna yang tak kunjung menemukan pasangan hidupnya.
Orang tua Neyna akhirnya menerima lamaran seseorang yang dirahasiakann identitasnya kepada Neyna dan memberikan pilihan padanya: mau nikah seminggu lagi atau hengkang dari rumah, bahkan tidak lagi diakui anak jika menolaknya?
Sebuah pilihan yang benar-benar sulit untuk Neyna yang memiliki watak mandiri dan keras kepala, meskipun Neyna sendiri agak merasa curiga kenapa orang tuanya  “begitu percaya” dengan orang yang melamar tersebut adalah yang paling cocok dan akan mampu membahagiakannya. Terlebih ayahnya bilang orang tersebut sudah dikenal dan mengenal mereka dengan baik, tapi mengapa harus dirahasiakan segala?
Dalam konflik pribadinya, Neyna pernah mengalami kisah cinta yang kandas ditengah jalan, saat SMA pernah menjalin kisah bersama Deni tetangganya, namun Deni meninggalkannya karena menikahi wanita lain dan berikutnya dengan Bram, rekan sekerjanya yang kandas juga karena berbeda keyakinan setelah menjalin hubungan beberapa tahun. Saat ini, di sela-sela kesibukan mengurus persewaan buku miliknya, Neyna berteman dekat dengan Damar, adik dari Deni mantan pacar SMA-nya.
Yang aneh, saat Neyna sedang dirundung masalah karena harus menentukan pilihan untuk menerima pernikahan yang diatur orang tuanya, Damar justru seperti menghilang, dan ketika bertemu malah mengatakan untuk tidak sering-sering bertemu lagi, karena Damar akan mempersiapkan pernikahannya.
Hidup Neyna seperti sedang dihempaskan, setelah diberikan pilihan sulit oleh orang tuanya, teman terdekatnya justru meninggalkannya saat Neyna benar-benar membutuhkan dukungan dan pendapatnya. Akankah Neyna menerima permintaan orangtuanya? Lalu siapa sebenarnya laki-laki yang dijodohkan untuknya?
Kaver
Mengenal Netty pertama kali lewat karya konyolnya yang memenangkan lomba cerita konyol di GPU dengan judul The Kolor of My Life. Dalam Jodoh Terakhir ini pun, Netty masih menyelipkan cara bercerita yang cukup kocak, dan hampir sama dengan buku terdahulunya, setting cerita bukanlah kota besar dengan perhiasan mal-mal dan tempat clubbing akan tetapi kota kecil; Madiun.
Kelebihan dari pilihan Netty, adalah kisahnya yang selalu down to earth, berhubung yang diusung adalah warga Jawa, tak luput komentar dan celetukan-celetukan yang muncul adalah kebanyakan bahasa Jawa. Netty bercerita dengan sangat lancar dan lugas, tentang pendapat-pendapat sebagai wanita lajang, tentang apa yang dirasakannya dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Awalnya, ada sedikit kecurigaan tentang “muatan” feminisme dalam novel ini namun ternyata hal tersebut bukanlah tujuan pesan yang ingin disampaikan oleh Netty. Buku ini lebih banyak berbicara justru hubungan antara anak perempuan dan orang tuanya. Bagaimanapun, sekeras apapun, anak tetap harus menghormati pendapat orang tuanya yang baik. Bukan menolak membabi buta tanpa pertimbangan. Segala masalah tentu akan memiliki titik temu dan solusi jika dibicarakan dan ditelaah dengan baik.
Sayangnya, kisah yang begitu menyentuh dan cukup membuat tertawa sekaligus terharu ini, tidak didukung oleh kaver yang menarik. Isi buku memang titik tumpu utama akan tetapi bukankah akan lebih baik jika “diklambeni”  (diberi baju , dalam bahasa jawa), dengan yang menarik akan lebih baik? Buku Jodoh Terakhir, kavernya terkesan kuno dan kurang diexplore.
Entahlah, saya juga kurang menyukai kaver buku pertama Netty yang The Kolor of My Life, menurut saya kaver-kaver buku Netty kurang mendapat perhatian lebih supaya lebih menarik. Konon don’t judge a book by its cover, tapiii…sebuah buku, bukankah yang pertama kali dilihat itu adalah covernya?
Namun terlepas dari semuanya, saya sangat menyukai kisah ini, cara bercerita Netty yang begitu lepas dan lugas terutama humor-humornya yang gak garing, btw..ssstt…saya sempet nangis loh,  pada bagian Damar membuatkan teh untuk Neyna, so touching..:)

0 komentar:

Post a Comment

sunda harga matiku

sunda harga matiku

Pengikut